Ibuku positif! : cerita dari bangsal isolasi

 



Waktu kami menginformasikan Ibu saya juga terpapar covid 19, banyak yang bertanya. Kok bisa? Gimana ceritanya? Loh bukannya udah negatif, kok tiba2 positif?

Saat itu saya hanya bisa merespon ala kadarnya, tidak bisa memberikan jawaban detail yang memuaskan. Mohon maaf, karena saat itu saya sedang berada dalam situasi yang membuat kami cemas, dan bingung juga. Jadi semoga tulisan ini bisa menjawab

Ya, hal yang membuat kami paling sedih adalah saat ibu saya yang berusia lanjut, terpapar virus covid 19. Ibu sudah sepuh, pernah ada masalah dengan jantung, dan lazimnya lansia, kadar gula dan kolesterol pun sering naik turun. Kami sudah berupaya dengan memisahkan ibu dari rumah, lalu stay di tempat kakak. Rumah sengaja dibuat kosong supaya aman. Setiap hari kami selalu cek, kondisi ibu dan izam. Apakah ada gejala, karena kami faham bahwa hasil antigen negatif bukan jaminan.

Hari keempat saya di shelter.. ibu mulai drop. Susah makan, diare, demam, badan lemas. Kakak saya membawa ibu berobat ke RS Hidayatullah. Disana ibu di rontgen. Ternyata ada bercak putih di paru, ibu lalu diminta swab PCR. Tgl 1 feb Ibu swab PCR di Lab Cito dan hasilnya keluar tgl 2 malam, positif. Hari yang sama, tgl 2 pagi saya, pak su dan lanang pulang dari shelter.

Awalnya kami berniat merawat ibudi rumah , dengan menjaga prokes dan memahami resiko paparan ntuk keluarga kakak saya. Tapi ibu semakin lemah karena intake nya susah bangeeet nget. Akhirnya dengan berat hati tgl 5 februari dini hari ibu dibawa ke RS.

Saat itu posisi ibu sudah di rumah bersama kami. Melihat kondisi ibu yang gelisah dan kesadarannya menurun, saya dan suami memutuskan untuk membawa ke RS sebelum terlambat, sambil menjajagi kemungkinan bolehkah ibu ditunggu d RS mengingat ada anak yang baru saja selesai isolasi. Pak su kemudian kontak satgas kota, dan mereka berjanji untuk segera melakukan koordinasi. Dan mereka bekerja dengan cepat.

Pukul 01.30 dini hari saya dapat telephone dari balai kota mengabari ada tempat di RS Wirosaban,  dan tim satgas dari balai kota akan datang untuk screening awal. Setengah jam kemudian ambulance segede gaban sudah sampai di depan rumah..dan turunlah 2 orang berseragam "among us" aka APD komplit..plit. Lebih rapet dari yang biasa saya temui di shelter. Ibu dicek tensi, oksi, suhu, gula darah, lalu mereka laporkan. Beberapa menit kemudian ada konfirmasi RS wirosaban/ RS Jogja siap menerima. Tapi permohonan untuk menunggui ditolak.

Dan berangkatlah ibu dengan ambulance, saya dan pak su dengan mobil mengikuti dari belakang, menyusul kakak yang  segera meluncur setelah mendengar ibu akan dibawa ke RS.

Sampai di RS, ibu dicek lab, setelah itu ibu dibawa ke ruang Igd isolasi. Ini saat yang berat, karena ibu berkali-kali minta turun, minta diantar ke kamar mandi, padahal sudah dipasang kateter. Bunyi mesin pendeteksi jantung, oksigen, nadi dll yang nut nat nit nut... menimbulkan rasa tidak nyaman. Sebetulnya selain petugas dilarang masuk ke ruang igd isolasi, tapi karena ibu betul-betul sendiri, jadi kami bergantian masuk menemani ibu, meskipun tidak ada satupun yang bisa memenuhi permuntaannya, diantar ke kamar mandi.

Pagi pukul 6.30, ambulance milik RS datang, mereka memindahkan ibu ke bangsal Isolasi Covid dan meminta supaya keluarga tidak ikut. Tapi mereka memberitahu bahwa bangsalnya namanya Edelweiss. Sedih.. tapi harus dihadapi. Face it, Adapt.

Besoknya kami konsultasi dokter, dokter menyatakan kondosi ibu stabil, tidak kritis dan bisa dirawat di rumah. Dokter juga membolehkan salah satu keluarga menunggui pasien dengan 3 syarat: 

1. Siap terpapar
2. Siap untuk tetap di tempat dan tidak kemanapun seperti pasien
3. Siap mengikuti protokol kesehatan yang ketat.

Jika sanggup, harus menandatangani inform consent. Saya menyatakan sanggup, dan perawat akan mencarikan ruang yang lebih lega, supaya lebih nyaman juga untuk yang nunggu. Saya membuat janji untuk datang kembali ke RS, siangnya. 

Saat datang lagi di RS, saya menandatangani inform consent, diberi masker, hands coon, penutup kepala, dan baju hijau. Setiap kontak pasien harus menggunakan sarung tangan. Ada 10 pasang sarung tangan diberikan dan diwanti-wanti untuk tidak mendekat atau tidak menyentuh jika tidak perlu. Pokoknya meminimslisir kontak, saya iya iya aja.


Tinggal di Bangsal Isolasi

Masuk ke bangsal isolasi, seperti masuk ke alam yang berbeda. Suasananya jauh lebih senyap dari shelter. Hanya terdengar suara ac, suara alat, sepiiii. 

Oh ya alat ini bukan alat yang dipakai ibu. Kebetulan kamar yang kosong ( kamar lain untuk 3 orang) hanya ini. Sebuah kamar dengan alat HD di dalamnya, dan temperature yang harus dingin. Saya kedinginan, ibu apalagi.

Selepas magrib saya dikabari kalau ibu akan dipindahkan ke bangsal lain karena kamar ini akan digunakan oleh pasien yang membutuhkan alat HD.

Ternyata ibu dipindah ke pav. Vinolia... Alhamdulillah. Kamarnya lebih bagus dan suhu ruangan bisa diatur sesuai kebutuhan. Sepertinya ini ruang paviliun yang disulap jadi bangsal covid. Ruangan yang tadinya untuk 1 bed, jadi 2 bed. Nah untuk yang ditunggui seperti ibu, bed satunya digunakan oleh penunggu.  Jadi saya tidur di tempat tidur satunya. Fasilitas kamar oke juga, TV (smart TV, sayangnya ga terkoneksi internet. Coba kalau terkoneksi, bisa netflix terus, hehe), kamar mandi dengan air panas, dapat makan untuk pasien dan penunggu nya, termos air panas. dan hebatnya lagi semua ditanggung kemenkes alias gratiss. (tapi biar gratis juga jangan pengen yah).

Berbeda dengan bangsal edelweiss yang memiliki pintu pemisah antara bagian depan (perawat) dengan kamar-kamar, di vinolia ini tidak memiliki pintu pemisah, sehingga pemisahnya adalah pintu kamar. Mungkin itu sebabnya pintu kamar dikunci dari luar, supaya nggak ada pasien melenggang keluar dan menemui perawat yang tidak sedang menggunakan APD. Jadi kita kaya bener-bener dipenjara. jangankan untuk keluar kamar, untuk sekedar "anguk anguk" (apa ya bahasa Indonesianya anguk-anguk) pun nggak bisa.

Petugas tidak terus-terusan pake APD, bisa kaya mandi sauna dong. Mereka menggunakannya hanya saat "jam masuk" ke kamar pasien. ada 4 kali jam perawat masuk yaitu jam 6.30, 11.00, 17.00 dan jam 23.00. karena APD itu sekali pakai, jadi mereka berusaha seefisien mungkin di jam-jam tersebut. mulai dari mengantar makanan. memandikan pasien, pasang dan ganti infus, suntik, cek tensi, suhu, oksigen,buang urin. pokoknya all out.  Hasil cek tidak dicatat di kertas, tapi mereka menginfokan lewat alat komunikasi yang ada di kamar pasien. Perawat di depan yang akan mencata. Jadi pembatasan kontak sangat diperhatikan.

Di "jam masuk" tersebut perawat sibuk banget, tapi mereka helpfull kok. Beberapa kali mereka rela menunggu kalau ada obat yang harus dimasukkan dengan infus, dengan perkiraan 1jam obat itu habis. Sambil menunggu obat habis dan mengganti infus ke infus biasa,  perawat berkeliling ke kamar lain memastikan kalau-kalau ada yang bisa dibantu. Saya biasanya sudah bikin list nanti kalau perawat masuk mau tanya apa aja, mau minta tolong apa aja. Soalnya nanti kalau sudah semua dilakukan, perawat akan bertanya "sudah semua ya Bu?" setelah itu ceklek. pintu dikunci...dan bye bye interaksi dengan manusia......

Kalau kita butuh bantuan di luar jam tersebut, ada 2 cara komunikasi: pertama lewat WA. Kita bisa tanya apa saja di WA ini, terutama untuk hal yang sifatnya tidak emergency. Yang kedua, lewat bel yang ada di dekat bed pasien. Ini biasanya untuk hal-hal yang sifatnya . Kalau ada yang harus dilakukan, perawat akan memandu lewat alat komunikasi tersebut, sambil memantau melalui layar monitor yang menampilkan gambar CCTV dari masing-masing kamar. Seperti waktu infus ibu saya habis, mereka hanya memberi instruksi tentang cara menggantinya, sambil memantau CCTV. Kalau tidak berhasil, ya sudah mereka minta ditutup saja infusnya, dan akan mereka betulkan saat jam masuk, jadi nunggu sekitar 4 jam...

Ya, semua aktifitas kita dipantau CCTV. seluruh ruangan bisa terpantau, kecuali kamar mandi dan sedikit spot di bawah TV (kamera CCTV nya di atas TV). Pemantauan CCTV dilakukan sehari 24 jam, lampu tidak boleh dimatikan. Gerak gerik kita terpantauh di monitor perawat. Udah mirip acara uka uka bedanya kalau kita melambaikan tangan ke kamera, tidak ada orang yang datang untuk  mengeluarkan kita dari lokasi.

4 hari saya di bangsal Isolasi, rasanya seperti hidup di dunia lain. Tidak ada perbedaan pagi,siang, sore, malam. tahunya waktu dari jam, hp, acara tv, dan suara adzan. Orang yang masuk ke kamar cuma perawat sehari 4 kali, dokter sehari sekali (bangsal ini aman dari dokter co ass, hehe), petugas cleaning sehari 1 kali. selain itu ngiiiiiiing.....senyap. 

Pernah suatu kali ada petugas cleaning ke kamar Ibu, lapor ke saya " Mbak..itu pasien kamar 6 minta diganti bajunya" mungkin blio ngira saya perawat kali ya, karena mamakai baju hijau dan penutup kepala (kalo perawat masa ya dikunci dari luar pak.... hehe). Saya bilang maaf saya bukan petugas, lalu saya bel ke perawat lalu mereka bilang "baik Bu, terimakasih infonya.. nanti sebentar lagi kami masuk kok" .... 

Kali lain tiba-tiba saya dengar ada suara orang berteriak "Tolong... toloooong......" berkali-kali. saya dengar, tidak tahu dari kamar yang mana, karena hanya bisa mengintip dari kaca kecil yang ada di pintu kamar. lorong sepiiii... tidak terlihat ada petugas atau perawat lewat. Lalu saya putuskan menghubungi perawat dengan WA, menginfokan ada pasien teriak minta tolong entah dairi kamar mana. Lama tidak ada jawaban.... beberapa jam kemudian ada wa masuk "Terimakasih Bu, itu tadi ada pasien di swab, ketakutan jadi teriak teriak" Oooowwwww..... pikiran saya tadi sudah travelling kemana-mana.....


Kondisi Ibu

Alhamdulillah... di RS kondisi ibu mengalami perbaikan. meskipun saat dibawa pulang masih lemas, tapi kekuatannya dan kesadarannya sudah lebih baik dibanding ketika masuk RS. Alat bantu yang digunakan hanya infus dan oksigen itu pun oksigen kadang-kadang dilepas sendiri sama Ibu, dan tanpa dibantu oksigen saturasinya juga sudah di atas 95, jadi bisa dibilang aman.

Sejak masuk RS memang kondisi ibu tidak kritis, hanya kesadarannya berkurang karena kurangnya intake. jadi dibantu infus, suntik vitamin, suntik antibiotik, infus obat, plus tetap harus makan dari oral supaya badannya kuat. Jadi tugas utama saya adalah menyuapi ibu. Banyak cara dilakukan supaya ibu mau buka mulut dan makan. Paling sering sambil nyetel rekaman suara cucu-cucu. Saya minta keluarga untuk sering-sering kirim voice note untuk saya setelkan. mulai dari say hi, ngaji, hafalan surat pendek, nyanyi, apapun. kalau sudah kehabisan stock, andalan saya adalah rekaman suara lanang untuk tugas sekolah. Ada bacaan surat pendek, baca Ummi, sampai rekaman tugas english dan bahasa jawa... hehe....

Yang paling berat adalah memberi pengertian Ibu untuk BAK dan BAB di kasur, karena sudah menggunakan kateter. Ibu maunya turun dan ke kamar mandi. Apalagi posisi kamar mandinya dekat dengan tempat tidur pasien. Ibu marah karena saya tidak mau memapah ke kamar mandi padahal kamar mandinya cuma disitu. Butuh waktu untuk memberi pengertian ibu... nanti kalau sudah tidur, bangun gitu lagi. Hari ketiga ibu sudah dilepas kateter, jadi pembuangannya di pampers. Itu pun sama...harus dibujuk supaya mau tetap di kasur. itu pun kadang baru kelar dibersihkan, sudah pipis lagi. Saya sempat panik kaena stok pampers menipis sementara saya tidak bisa kemana-kemana..

Di RS ibu sempat swab PCR, yang hasilnya positif. Kemudian juga sempat rontgen thorax. alat rontgennya yang dibawa ke kamar... hasilnya sama aja seperti sebelumya. tidak ada perburukan.

Hari kelima Ibu boleh pulang, dan dirawat di rumah. sekarang sudah hampir 20 hari ibu di rumah. Melalui swab antigen saliva, hasil tes nya negatif.  Alhamdulillah kondisinya sudah 80% lah. Masih mengeluh gampang capek, pegel, kadang-kadang kedinginan. Tapi sudah bisa berakifitas ringan, sudah  bisa complain dengan mainan yang berantakan, sudah mulai ngomel kalau cucunya disuruh sholat malah nanti-nanti, sudah mengkrtitik masakan saya dengan detail... turn back to normal, haha....


Note
Terimakasih untuk Seluruh tim RS Jogja, Perawat yang baik hati, Pak Dokter yang informatif. semoga semua sehat sehingga terus mampu menyehatkan masyarakat...Aamiin

Comments

Popular Posts