Antigen, Antibody, PCR : cerita aja

Saya tidak akan menjelaskan apa itu swab antigen/rapid antigen, swab pcr, dan rapid antibody. Di internet banyak artikel yang menjelakan definisi dan perbedaannya, silahkan googling sendiri ya, .. Saya disini  hanya  menceritakan bagaimana saya mengalami ketiga jenis tes tersebut. Semoga bermanfaat


Swab Antigen

Swab antigen dan rapid antigen adalah tes pertama yang saya lakukan.Caranya dengan mengambil sampel cairan di hidung, dengan memasukkan semacam cutton buds sampai kedalaman tertentu untuk mendapatkan lendirnya. Ini bisa dilakukan di 2 lubang hidung, bisa juga 1 lubang hidung. Rasanya geli-geli panas gimanaa gitu. Kaya orang minum sprite, tapi keselek, nah kurang lebih gitu deh.



Saya melakukan tes ini 2 kali. Pertama di Hi-Lab setelah tahu suami positif, dan hasil swab antigen saya negatif. Karena muncul gejala saya lalu tes ulang di AMC, hasilnya positif. Banyak yang bertanya kok bisa beda gitu hasilnya? ya bisa lah. 

pertama, tes antigen ini keakuratannya masih dibawah PCR jadi bisa memberikan hasil palsu. Meskipun potensi negatif palsu lebih besar daripada positif palsu. Kedua, saat saya lakukan tes yang pertama, mungkin sebenarnya saya sudah terpapar. tapi virusnya belum kedetect. Saat tes berikutnya, si virus sudah terlihat.

yaa tapi itu kemungkinan ya, yang terjadi sebetulnya kita tidak tahu. Wallohu a'lam


Swab PCR

Setelah ketahuan positif sebagaimana prosedur yang berlaku, kami lapor ke RT, RT lapor ke satgas covid, dan kami dikontak untuk tes PCR. Nah tes PCR dari pemerintah ini hanya 1 kali ya gaes. Karena saya, suami dan Lanang ketahuan positif dari tes antigen, maka diminta tes PCR untuk memastikan. jadwal tes PCR adalah hari selasa, itu artinya hari ke-4 untuk saya, hari ke-5 untuk Lanang, hari ke-6 untuk pak Su. Sebenarnya untuk Pak Su ini nanggung banget karena kalau dilakukan di hari ke-7 bisa sekalian untuk evaluasi. Tapi saat itu kami masih berharap Lanang positif palsu, jadi kami mengikuti jadwal dengan tertib. Tes PCR dilakukan dengan mengambil sampel lendir dari hidung dan tenggorokan. Jadi pake acara melet juga :)

3 hari berikutnya hasil keluar. Hasil disampaikan melalui telephone oleh petugas puskesmas. Hasilnya baik suami, saya maupun Lanang semuanya positif (cieee...kompak nih). Setelah menginfokan hasil, petugas melakukan tracing, bertanya kepada kami aktifitas yang dilakukan kemana saja, ketemu siapa. Jadi tracing dilakukan di hari ke-9 untuk suami saya!. Lama juga ya.... itu kalau keluarganya santuy nggak mau cek, dan ternyata OTG virusnya udah kemana-mana dong ya. Jadi tracing dilakukan setelah positif PCR, masalahnya PCR dilakukan di hari ke-6 dan hasilnya baru keluar 3 hari kemudian. Jadi butuh waktu 9 hari untuk petugas mulai melakukan tracing kepada penyintas. uwow. 

Nah pengalaman ini sedikit berbeda dengan ibu saya. Karena muncul gejala, ibu swab PCR secara mandiri di Cito tanggal 1 Februari (sebelumnya tanggal 22 Desember tes antigen hasilnya negatif). hasilnya keluar tgl 2 Februari, positif. Karena hasilnya positif Lab Cito melaporkan ke satgas covid, yang segera menghubungi kakak saya. 

Karena kondisi lemah akibat susah makan ibu dibawa ke RS.  RS menjadwalkan PCR evaluasi tgl 7 Februari. Tes PCR ini ditanggung pemerintah. Hasilnya belum keluar secara resmi, sampai hari ini (saat tulisan ini dibuat) kami belum dihubungi bagaimana hasilnya. Tapi karena 2 hari lalu saya "berobat" ke poli untuk bertemu dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat ibu saat di RS, saya mendapat bocoran bahwa hasilnya positif. huhu....

Tapi dokter menyatakan, jangan terlalu risau dengan hasil positif PCR, karena tes PCR itu cenderung akan terus positif sampai virusnya bener-bener tidak ada. Padahal orangnya sudah sehat dan tidak berpotensi menularkan pada orang lain. Menurut dokter, dulu memang aturannya begitu, penyintas covid harus swab pcr evaluasi, dan setelah 2 kali negatif baru boleh kembali ke komunitas. Akibatnya banyak yang stress dan justru jadi down karena tidak segera negatif padahal badannya sudah sehat. Nah yang diberlakukan sekarang adalah kalau masa isolasi sudah dilewati sampai 14 hari artinya virusnya sudah lemah dan tidak berpotensi menularkan pada orang lain, tinggal penyintas berkonsentrasi dengan pemulihan. untuk yang bergejala ringan  bahkan hanya 10 hari

Jadi kalau anda penyintas covid yang sudah melewati masa isolasi, dan sudah tanpa gejala, artinya anda sudah dinyatakan aman. Kalau lingkungan atau atasan meminta anda untuk PCR, itu berarti mereka ikut teori lama. Tapi ya nggak papa, lakukan aja kalau berkenan. 

Nah pengalaman ibu saya ini membuat saya menyimpulkan bahwa kalau kita ketahuannya lewat antigen, maka kita akan diminta PCR dengan didanai pemerintah. Tapi kalau kita tahu positif lewat PCR mandiri, maka kita akan diminta PCR (dengan dicover pemerintah) di hari ke-7 atau ke-8, yang merupakan tes evaluasi.

Untuk tracing, puskesmas menghubungi kakak saya 1 hari setelah hasil lab cito keluar, lalu kakak memberikan nomor suami saya karena sesungguhnya selama ini ibu tinggal bersama kami sebelum kami di shelter. Petugas menghubungi suami saya di hari ke-8, dimana saat itu juga sudah ada info bahwa besoknya ibu sudah boleh pulang dari RS. Jadi untuk ibu tracingnya dilakukan di hari ke-8☺


Rapid Test Antibody

Test ini digunakan oleh Unires, shelter yang saya tinggali selama isolasi mandiri. sebelum dinyatakan sehat, penyintas harus minimal isolasi 10 hari dan sudah tanpa gejala. jika gejala masih muncul, tambah 3 hari. Keterangan sehat dikuatkan dengan hasil test Antibody. Cara pengambilan sampelnya melalui sedikit darah kita diambil lalu diteteskan ke alat detektor. 

Dari tes tersebut bisa diketahui IgM dan IgG dari penyintas. Hasil yang baik kalau IgG reaktif dan IgM non reaktif. Artinya, antibody sudah terbentuk, tapi virusnya sendiri sudah mati atau sudah lemah. Berarti ybs sudah memiliki antibodi dan sudah tidak lagi berpotensi menularkan virus. Informasi ini kami dapat dari dokter yang memantau kesehatan kami di shelter, dan saat saya tanyakan ke dokter spesialis penyakit dalam yang merawat ibu waktu di RS, beliau memberikan keterangan yang sama.

Nah jadi kalau ada yang bilang rapid antibody itu nggak akurat, nggak perlu, mungkin harus lihat dulu kepentingannya test antibody ini untuk apa. kalau untuk syarat travelling memang nggak cocok, tapi untuk deteksi pasca isolasi ternyata bisa memberikan informasi yang lebih tepat tentang kondisi seseseorang. 


Swab antigen dengan air liur/saliva

Ini tes yang sangat mudah, murah dan bisa dilakukan mandiri. Cuma nggak ada surat keterangannya ya... caranya mudah sekali. Tinggal meludah ke tempat yang sudah disediakan, yang sudah diberi cairan reagen. lalu dikocok-kocok dan diteteskan ke detektor. tunggu beberapa detik hasilnya akan kelihatan. kebetulan di RT kami setiap keluarga dapat bantuan dari Bp. Herry Zudianto, mantan walikota Jogja yang tinggal di dekat lingkungan kami (maturnuwun Pak Herry..). Keluarga kami dapat 2. satu digunakan oleh kakak yang kontak erat dengan ibu, dan satu lagi dipakai ibu setelah melewati hari ke 14. Alhamdulillah hasilnya negatif...


Alat ini kayaknya kita perlu nyimpen stock deh di rumah, jadi kalau curiga terpapar bisa cek sendiri. harganya juga nggak mahal, sekitar 30 ribuan per set. bisa cek di olshop.


Itulah sedikit cerita tentang tes demi tes yang pernah saya lalui. Sebetulnya masih ada tes lain yang sedang trend sekarang, yaitu genose. Tapi saya nggak bisa cerita karena tidak mengalami. Kalau anda pernah mengalami, silahkan comment ya.... thank you.




Comments

Popular Posts