Story about my Lanang....

#latepost

20 septembter 2012

Hari bersejarah itu tiba. Malamnya aku mengalami flek. Saat itu sudah pukul kurang lebih 11 malam. Mami sudah tidur, jadi aku nggak tega mau bangunin untuk nanya. Jadinya aku konsultasi sama mbah google deh. Hasilnya flek  tersebut pertanda Rahim sedang mempersiapkan diri menuju proses membuka jalan untuk jabang baby. ada yang lahiran tidak lama setelah itu, ada yang selang beberapa hari lagi baru lahir. Aku sendiri sebetulnya berharap babyku lahir 3 hari lagi, karena aku baru cuti hari sabtu, sementara malam itu baru malam kamis. Aku sms si mas yg lagi di teras bareng teman-temannya. si mas segera masuk, mau ngajak ke RS, tapi aku memilih untuk menidurkan si kakak dulu. Setelah si kakak tidur, baru aku dan si mas telp ke RS Sakina Idaman, tempat kami biasa control. Dari sana dapat info, tunggu ada kontraksi rutin saja. Sebab tanda kelahiran yang paling bisa dijadian petunjuk adalah kontraksi rutin. Kalau sudah 5 menit sekali kontraksi, baru berangkat ke RS.

Pagi hari, aku merasakan kontraksi. Tapi aku agak bingung, apakah ini kontraksi beneran apa cuma kontraksi palsu. Karena sejak hamil 8 bulan, aku sering sekali mengalami kontraksi palsu. Jadi aku bersiap ke kantor seperti biasa. Tapi karena mules-mulesnya agak sering (dicek ga selalu 5 menit, kadang 9 menit, 7 menit) kami memutuskan untuk cek dulu ke rs, jadi aku ijin terlambat berangkat ke kantor.

Sampai di RS Sakina Idaman, aku lapor ke resepsionis, si mas parkir kendaraan. Duduk di kursi tunggu sebentar, aku diajak masuk ke ruang bersalin oleh bu bidan. Pas dicek, bidannya kaget. “Loh ini sudah bukaan 6,5, ya sudah tunggu di sini saja ya”. Katanya memintaku tetap baring di tempat tidur untuk bersalin. Aku protes karena belum sarapan, maunya ijin ke warung dulu. Tapi bu bidan melarang, katanya biar nanti sarapannya RS yang menyiapkan. Bu bidan juga memastikan bahwa dr detty, spog ku akan segera dihubungi dan akan segera datang.

Aku menurut. Dan ternyata kontraksi semakin sering, semakin aduhai, tapi  di tengah kontraksi itu aku sempat sarapan. Untungnya aku sudah menyiapkan emergency bag di mobil yang selalu ikut kemanapun kami pergi, termasuk di dalamnya aku memasukkan 2 sachet ovaltine. Jadi masih sempat dibuatin ovaltin sama si mas di tengah2 kontraksi.

Waktu berlalu, kontraksi tambah sering and sakitnya tambah jadi. Awalnya aku minta si mas buat mencatat jam tiap aku kontraksi. Tapi kontraksinya berturut-turut, si mas jadi bingung “terus aku nulisnya gimana?” hihi.. aku jadi ketawa “udah, ga usah dicatet lagi, temenin aku aja”. Melihat kontraksi yang semakin sering, si mas lapor lagi ke bu bidan. Ternyata setelah dicek “wah sudah bukaan 7 atau 8 nih” bu bidan bergegas menelpon dr detty lagi. Saat itu kontraksi sudah terus menerus, rasanya baby nya dah mau out sendiri. “ga tahan mas, mau keluar nih” si mas segera berlari keluar, nyusul bu bidan yang lagi nelpon, bu bidan segera menutup telpon dan kembali ke ruang bersalin. Setelah ngecek bu bidan bilang “yoh kene, ta’ tampanane” lalu meminta kru nya untuk segera mempersiapkan proses persalinan. Aku yang tadinya baring miring, diminta terlentang sambil lutut agak dilipat, dan tangan berpegangan ke handle. Wah pesawat jet siap diluncurkan… :) 

Mengejan beberapa kali, aku sempat nanya “ini menghembuskannya mangap atau enggak buk?” karena kalau di senam hamil kan saat menghembuskan nafas kita kudu mangap. Nah kalau lahiran kebalikannya. Justru mulut tertutup lalu ngeden deh. Tau tau… “ooooeeeeeek…….” Wow the baby is born…..

Pukul 10.15 Lanang lahir. Kurang lebih 1 jam dari aku masuk ruang bersalin. Menurut bu bidan,ini kelahiran spontan banget. Air ketuban, baby, trus robeknya, semuanya spontan dan alami, Subhanallah…

Dokter datang setelah lanang lahir, dan melakukan tugasnya, menjahit. Selama dokter menjahit itu proses IMD (Inisiasi menyusu dini) dilakukan. Tapi prosesnya kurang sempurna karena Lanang sudah diambil sebelum menemukan puting masuk ke mulutnya. Lanang justru tenggelam di tengah, tangannya menemukan puting trus diputer2 kaya tuning radio, sambil terus menangis…


72 jam tanpa makan minum

Tahap selanjutnya yang tak terlupakan adalah tahap menyusui awal. Aku berharap bayiku bisa langsung menyusu. Eh..tapi asiku tak kunjung keluar. Meskipun semua dokter, perawat, bahkan petugas pengantar makanan menenangkanku bahwa itu gak papa, bayi masih bawa persediaan makanan untuk 3 hari. Tetap saja aku cemas. Gimana enggak, dianya nangis kelaparan. Tiap kali disusukan, dia ga dapet apa-apa. Jadi terus nangis lagi, keras pula nangisnya. Huhu.. aku jadi pengin ikut nangis. Aku jadi bisa memahami betapa mudahnya pengaruh untuk memberikan sufor untuk kasus-kasus begini. Aku yang dapat support dari tim RS untuk bertahan menunggu ASI keluar saja galau. Gimana dengan ibu-ibu baru yang dapat pengaruh dari perawat, bidan atau dokter, untuk mengganjeli perut bayinya dengan sufor, pasti butuh kekuatan yang cukup besar untuk menolak.

Alhamdulillah, tepat 3 hari asiku keluar. Aku senang sekali. Meskipun awalnya jumlahnya ga banyak dan Lanang  selalu rewel kalau malam (sempat dapat komentar “jahat” : “asinya dikit, jadi bayinya ga kenyang. Atau bayinya ga minum, Cuma ngenyit” huh pengin kulempar bakiak deh yang ngomong gitu..) tapi aku tetap teguh hanya memberi ASI. Dan kegelisahanku terjawab dengan berat badan Lanang yang normal, dan terus meningkat. Sehingga di usia 3 bulan dia sudah jadi baby montok nan ganteng. Terimakasih Ya Rabb…


Yellow fever

Lanang kena penyakit kuning. Cukup lama, sampai lebih dari 2 minggu. 2 dokter yang kutemui menyarankan untuk disinar di RS. Bahkan dokter SPA di tempat Lanang lahir sempat menyalahkanku karena Lanang jadi kuning katanya “Ini kuningnya nggak boleh naik lagi ya bu!” seolah-olah aku sengaja membuatnya jadi kuning. Ill feel deeh…
 Sampai kemudian ada  tetangga menyarankan untuk control ke dr endy, (kebetulan itu 
dokter si kakak). Aku coba kesana, dan sarannya lebih melegakan, dijemur aja setiap pagi. Dan itulah yg kami lakukan. Setiap pagi memboyong Lanang, dari 1 sisi rumah ke sisi rumah yang lain, mengejar matahari. Kadang kami berjemur berempat. Dan setelah hampir 1 bulan, masa itu pun terlewati. Bagian putih mata Lanang yang awalnya kekuningan, berangsur putih cemerlang. Konon, bagian putih di mata adalah yang terakhir bisa hilang warna kuningnya. Jadi kalau bagian mata sudah tidak kekuningan lagi, artinya sudah sembuh. Horeeey


Latch on.. atau latch at (baca: lecet)… : kisah asi eksklusif

Kisah selanjutnya adalah tentang perjuangan memberikan ASI eksklusif. Sebagai pegiat paud yang sering mempromosikan hak anak, tentu aku punya keinginan dan merasa diharuskan untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Berbagai artikel, gabung di group AIMI, memberiku inspirasi tentang serba serbi memberikan ASI eksklusif. Tiba-tiba aku jadi penggemar Online shop karena sibuk mencari barang berkualitas baik dan murah untuk mendukung pemberian ASI plus perawatan bayi . Mulai dari botol penyimpan ASI perah, cooler bag, apron, gendongan bayi,  fruit munchkin, grinder, baby book, dan macam-macam lagi.

Latch on, adalah kata kunci yang meski bermakna positif, menggema menjadi terror di kepalaku. Karena aku mengalami mastitis atau bengkak di beberapa hari awal setelah asi keluar, dan putingku lecet tiada tara. Kadang-kadang saat mau memberi asi aku timang-timang dulu agak lama untuk mempersiapkan mental. Karena begitu mulut kecil Lanang mengakses putting “Wadaaaawwww” sakiii..tnya bukan main. Beberapa teman yang aku ajak share plus info yang kudapat dari internet, ini terjadi karena pelekatan yang kurang pas. Maka belajarlah aku tentang pelekatan atau latch on ini. Sampai mantengin di youtube gimana sih proses pelekatan yang bener. Aku coba ikuti, dan hasilnya tetap lecet disana sini. Yang bikin aku parno karena di info yang kudapat itu pelekatan adalah sesuatu yang maha penting.karena seharusnya menyusui itu tidak menyakitkan. Kalau pelekatan benar, maka asi akan keluar lancar. Kalau pelekatan tidak pas, bayi bisa frustasi. Ibu juga merasa nyeri. Ini bisa mengakibatkan asi tidak keluar banyak dan lama-lama bisa stop. Huhu… issue ini yang bikin aku takut. ASI STOP. Maka kulewatilah masa itu dengan rasa deg deg plas karena merasa pelekatan yang kurang oke. Waktu berlalu tau-tau sakit itu hilang sendiri. Aku tidak tahu apakah ini karena pelekatan sudah sukses (soalnya juga areolanya masih belum masuk semua seperti yang disarankan), atau seperti kata orang tua, karena lidah baby sudah nggak tajam lagi, atau karena kami berdua sudah beradaptasi dengan baik dan bisa menemukan posisi nyaman. Yang pasti aku ingin memotivasi para ibu yang mengalami hal seperti ini. Jangan patah semangat. Kalaupun menyusui masih terasa sakit, tetap susui. Percaya deh, masa itu akan berlalu..

Salah satu perjuangan yang selalu kukenang adalah usaha untuk tidak memberikan dot. Alasan utamanya supaya bayiku tidak bingung puting, dan nantinya tidak perlu punya masalah dengan menyapih dot. (secara pribadi, aku agak kurang suka melihat anak yang sudah besar kok minum pakai dot, hehe..). tentu saja ini tidak mudah. Saat Lanang berusia 2 bulan, aku sudah menggunakan jasa pengasuh untuk persiapan nanti kalau aku masuk kerja, dan belajar meninggalkan Lanang bersama pengasuh tapi tidak terlalu lama, kurang lebih 1 sampai 2 jam. Ternyata sang pengasuh sudah berpengalaman mengasuh bayi, termasuk berpengalaman menyusui dengan dot. Walhasil, tiap habis memberikan ASI perah ke lanang, dia selalu bilang “coba kalau pakai dot, pasti adek mimik susunya lebih banyak lagi”. Dan aku konsisten menjawab “nggak papa, nanti kalau ketemu mamanya nenennya banyak kok”.  Berjalan 1 bulan, si mbak resign. Tepat saat aku sudah harus masuk kerja kembali. Hadewh….

Segera setelah si mbak resign kami memutuskan untuk “menaikkan jabatan” mbak tri yang tadinya bersih-bersih, jadi pengasuh untuk Lanang. Mbak tri sudah lama menjadi bagian keluarga kami, kooperatif dan terbukti sayang dengan si kakak. Lagipula mencari tenaga kebersihan lebih mudah ketimbang cari pengasuh baru untuk Lanang. Selain harus mulai dari 0, kalau ketemu sama yang “ngeyel” hadooh.. bisa mati berdiri aku.

Bersama mbak tri masalah pemberian asi perah tanpa dot terselesaikan. Meskipun Lanang menolak menggunakan cup feeder yang jauh-jauh aku datangkan dari jawa barat (olshop), dan tetap menggunakan sendok, akhirnya aku menemukan media yang Lanang mau dan tidak terlalu merepotkan mbak tri.  Harganya murah, Cuma 23 ribu. Itu adalah semacam dot yang berujung sendok silicon, sebetulnya untuk mengenalkan bayi pada sendok setelah sebelumnya terbiasa ngedot. Tertulis disitu untuk bayi 11 bulan. Aku coba, ternyata cukup membantu. Karena asip mengalir sedikit-sedikit dari botol ke tengah sendok, sehingga si mbak nggak pegel megang gelas dan nyendokin asip dari gelas ke mulut. Biar deh, anakku lebih maju 9 bulan dari teman-teman seangkatannya hehe..

Masalah manajemen ASIP juga jadi seni tersendiri buatku. Menggunakan kulkas keluarga (bukan kulkas yang khusus ASIP), satu pintu, dengan kondisi pintu freezer yang enggak tertutup karena lepas (udah diganti lepas lagi, menurutku karena salah desain jadi aku ogah ganti lagi). Aku harus melakukan penyesuaian untuk strategi penggunaan ASIP. Setelah baca sana sini, aku kemudian membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) sendiri untuk penggunaan ASIP ku. SOP itu kutempel di pintu kulkas supaya semua orang rumah tahu, bahwa label tanggal maupun posisi peletakan botol ASIP itu ada maknanya. Jadi jangan berani-berani memindah botol tanpa seizin induknya Lanang! Begitu deh kira-kira makna yang tersirat :)

SOP nya bunyinya begini nih:

PROSEDUR PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN ASI PERAH (ASIP)
PENGGUNAAN
1.       Ambil ASIP dari kulkas bawah (bukan freezer).
2.       Dahulukan ASIP yang lebih lama, biasanya peletakannya sudah diurutkan, dari kiri ke kanan (paling lama paling kiri)
3.       Rendam botol ASIP dalam air hangat2 kuku
4.       Jika kira-kira bayi tidak akan menghabiskan seluruh isi botol, tuang sebagian ASIP ke botol lain yang kosong untuk dihangatkan, selebihnya dikembalikan ke kulkas lagi.
5.       ASIP yang sudah dihangatkan dan masih tersimpan di botol yang bersih (tidak terkena ludah bayi) bisa digunakan sampai 4 jam ke depan, setelah itu buang.
6.       Buang sisa ASIP yang sudah terkena sendok bayi.
Apabila stock ASIP di kulkas bawah sudah habis, dan diperkirakan masih membutuhkan asip untuk hari tersebut, ambil satu botol ASIP (atau sesuai perkiraan kebutuhan) dari freezer ke kulkas bawah

PENYIMPANAN
1.       ASIP yang diperah di luar rumah,setelah diberi label simpan dalam cooler bag. Sesampai di rumah segera masukkan freezer
2.       ASIP yang diperah di rumah, setelah diberi label segera disimpan dalam kulkas bawah minimal 1 jam, setelah itu simpan di freezer
3.       Simpan ASIP secara berurutan, dengan cara menggeser ASIP yang diletakkan sebelumnya. Posisi terdepan dan paling kiri adalah ASIP yang paling lama.
4.       Letakkan beberapa botol ASIP ke kulkas bawah sesuai dengan kebutuhan esok harinya.
5.       Apabila stock ASIP di kulkas bawah sudah habis, ambil satu botol ASIP (atau sesuai perkiraan kebutuhan) dari freezer ke kulkas bawah
6.       ASIP yang sudah dipindahkan ke kulkas bawah, boleh digunakan paling lama 24 jam dari peletakannya
7.       Secara rutin cek ASIP baik yang di freezer maupun kulkas bawah, buang ASIP yang berumur lebih dari 1 minggu.

Golo 1000, by Yani
Special for baby Lanang

SOP di atas dibuat berdasarkan kondisi alat, lama aku bekerja, dan daya minum lanang. Tentunya ini tidak berlaku umum bagi ibu-ibu yang lain. Jadi para ibu, silahkan buat aturan sendiri. SOP ku ini mungkin bisa jadi sekedar referensi..

Seiring berjalannya waktu, aku mulai mengalami kejar-kejaran antara kebutuhan Lanang dan produksi ASI perah ku. Selain itu mbak tri harus mengikuti suaminya yang pindah ke Kalimantan, dan Lanang dititipkan di babycare. Kondisi itu merubah beberapa point manajemen ASIP. Karena ASIP yang  udah terlanjur disimpan di freezer hanya berusia 1 hari setelah diturunkan, jadi kalau tidak terminum di baby care besoknya sudah nggak bagus lagi. Jadi aku memperpanjang waktu ASIP di kulkas bawah, sampai 3 hari baru naik freezer. Dan menggunakan ASIP yang tersimpan di freezer, setelah tersimpan sekitar 7 hari. Jadi misalnya bawa 3 botol, 1 dari freezer, 2 dari kulkas bawah. Maka bunda di babycare akan meminumkan yang dari freezer dulu, setelah itu baru yang lain. Kalau yang dari kulkas bawah cuma terminum 1, yang satu masih bisa kubawakan besoknya..

Lambat laun dengan menurunnya produksi ASIP, aku mulai membawakan UHT tawar untuk dibawa Lanang ke sekolah, sehingga jumlah ASIP yang dibawa lebih sedikit. Setelah Lanang berusia 18 bulan, kami baru tahu kalau Lanang mau punya adek. Aku lalu stop memerah, Lanang hanya membawa UHT ke sekolah, tapi masih tetap minum ASI


Sunatan dini

Saat lanang berusia 2 bulan, kami mengamati Lanang sepertinya kesulitan buang air kecil. Kami menandai tiap kali Lanang mau  pipis, dia nangis dan cara nangisnya mirip dengan tangisnya saat dia diimunisasi. Itu artinya dia kesakitan. Ditambah lagi sejak awal kalau pipis dia sering mengeluarkan putih-putih mirip serpihan tissue yang digulung kecil-kecil. Seperti biasa, mbah google adalah rujukan awalku. Aku mulai belajar tentang fimosis, yaitu semacam penyumbatan di ujung penis. Akibatnya anak akan mengalami kesulitan saat buang air kecil. Pas akan pipis, ujungnya akan menggembung seperti balon. Penyumbatan ini membut kotoran susah keluar dan dampaknya tidak oke untuk perkembangan anak. Pada beberapa kasus anak akan mengalami demam tinggi, yang artinya dia mengalami infeksi karena kotoran tidak keluar sempurna. Awww…. Aku jadi takut.

Lalu pergilah kami periksa ke dokter anak. 2 dokter anak yang kami temui mengatakan nggak papa, memang agak kecil ujungnya tapi masih nggak papa. Mungkin karena Lanang memang tidak mengalami gejala demam. Tapi melihat bagaimana susah payahnya dia saat mau pipis, membuat aku dan simas tidak tega. Masa sih mau dibiarin aja.. akhirnya Tanya sana sini, kami konsultasi di RS sardjito, klinik perjanjian wijaya kusuma, dengan seorang ahli bedah, dr.Trisula namanya. Dokternya masih muda, dandannya gaol.. tadinya kirain residen, hehe..maap ya dok,

Pas dr. Trisula melihat penisnya Lanang, beliau langsung bilang “oh ya, fimosis ini namanya”. Sambil ngecek kondisi Lanang dr ini menerangkan fimosis itu apa, terus saat aku ceritakan tentang putih-putih yang mirip serpihan tissue, dokter langsung bilang “itu namanya smegma”. Dokter Trisula ini orangnya cekatan, bisa bergerak sambil bicara, jadi meskipun durasi konsultasinya singkat, tapi banyak info yang kita dapat. Hasil rekomendasi dokter adalah, solusi paling tepat adalah sunat/khitan. Tapi karena Lanang masih kecil, diminta tunggu 10 kg dulu beratnya. Lalu untuk membantu supaya pipisnya lebih lancar, kami dibawakan topsy dan kateter. Kegunaan kateter bukan untuk selang pipis, tapi ujungnya yang kecil mirip pentil, dimasukkan ke ujung penis Lanang, untuk menstimulasi biar ujung penis Lanang melebar. Topsi adalah salep bius local, gunanya agar lanang tidak merasa sakit atau geli saat distimulasi dengan kateter. dr. Trisula memberi contoh penggunaannya, dan kami menyimak dengan seksama, dalam tempo yang sesingkat-sesingkatnya.

Untung kami menyimak, kalau tidak bisa salah penggunaan nanti. Sebab saat melakukan pembayaran, mbak perawat yang ada di samping kasir menerangkan kami cara menggunakan kateter. tapi yang ia terangkan adalah cara penggunaan kateter standar, sebagai alat untuk menyalurkan pipis. Halah, piye to mbak… akhirnya setelah mendengarkan penjelasannya, si mas bilang “Mbak, udah tanya belum sama dr. Trisula kateter ini maunya digunakan untuk apa?” mbak  perawat berkilah “Memang begitu Pak, cara penggunaan kateter” si mas jawab lagi “coba mbak konfirmasi lagi ke dokter trisula, kami tunggu disini”. Si mba menurut, lalu kembali lagi sambil tersenyum malu “maaf pak, ternyata Cuma dipakai ujungnya saja..”  oaaalaaah…

Usia 3 bulan lebih dikit, kami mengamati tidak ada perkembangan berarti, Lanang tetap terlihat menderita saat pipis. Khawatir berlarut-larut, kami konsultasi lagi ke dr.Trisula, meskipun saat itu Lanang berat badannya belum mencapai 10 kg. pada konsultasi kedua ini, kami dapat info bahwa alasan berat badan adalah terkait dengan keamanan anastesi. Karena untuk tindakan khitan pada bayi, bius yang disarankan adalah bius total. Whatt??? Bius total? Aww… tidak….. aku Tanya lalu kapan khitan disarankan dengan bius local kata dokter, ya nanti kalau udah gedhe. Mungkin sekitar usia SD sudah bisa. Sementara kalau bius local, tidak ada patokan khusus untuk berat badan bayi. Sekarang pun bisa, kata dokter. Cuma ada syaratnya, bapaknya harus ikut masuk ke ruang operasi dan harus tega. Karena nanti mau diminta bantu pegangin bayi yang kesakitan. Aku bicara sebentar dengan si mas, dan memutuskan untuk bius local saja.

Persiapan operasi dilakukan. Proses pengambilan sample darah tidak berjalan lancar. Di sarjito, kami memutuskan untuk menghentikan pengambilan darah, setelah melihat cara petugasnya menangani Lanang, dibetot betot mirip jagal sapi. Lalu kami memutuskan untuk mengambil darah di rumah saja, memanggil dari Lab Cito (dulu pernah dilakukan saat cek birilubin, waktu Lanang kena kuning, dan petugas yang dikirim ke rumah tampaknya sudah biasa menangani bayi).

Pengambilan darah kali ini aku tidak menunggui karena aku a di kantor. Awalnya aku dapat laporan dari rumah kalau darah sudah diambil, proses lancar, Lanang cuma nangis sebentar. Setengah jam berikutnya aku dapat telp dari rumah bahwa dari cito akan datang lagi untuk ambil darah lagi, karena tadi pas memasukkan sampel darah ke wadahnya, petugasnya ga sengaja menjatuhkan sampel itu. Jadi dari lab nya minta pengambilan sampel ulang. Wadooooh.. nasebmu naak..

Alhamdulillah, akhirnya step pengambilan darah terlampaui. Masuklah kami ke step berikutnya, Lanang dikhitan. Khitan akan dilakukan di klinik bedah central atau ODC. Tapi kami pesan kamar di paviliun anak cempaka mulya. Jadi kalau ada apa-apa kami bisa segera minta bantuan, maklumlah Lanang still a baby..3,5 month gitu loh.

Setelah harus mengikuti prosedur masuk UGD  dulu (ooh… seram deh membawa bayi sehat masuk ke UGD Sardjito..) kami diantar ke pav. Anak cempaka mulya. Dan paginya bedah dilakukan. Pagi itu aku memandikan Lanang, menyusuinya sampai kenyang sambil mengajaknya bicara. Setelah itu kami diantar ke ruang ODC. Di ruang operasi tidak hanya dr.Trisula yang ada, tapi juga dokter2 bedah yang sudah siap dengan “garapan” masing-masing. Dan disitu sempat terjadi percakapan yang membuat kami hampir memutuskan untuk memilih bius total untuk Lanang, sebab dokter-dokter lain itu bilang ke simas “wah.. mesakke pak, kalo dibius local, sakit lho…” tapi karena cek darah yang dilakukan adalah untuk kepentingan bius local,  kalau mau bius total harus melakukan serangkaian cek lagi, kami memutuskan maju terus, tetap khitan dengan bius local. Ganbate my boy!!!

Menunggu Lanang dikhitan, benar-benar membuatku mati gaya. Pengin tahu tapi gak punya akses. Intap intip, celingak celinguk, ga lihat n ga denger apa-apa. Setelah kurang lebih 1 jam, si mas keluar dari ruang operasi sambil mengendong Lanang “cepet disusuin, habis kesakitan dia” aku segera mengambil Lanang dari gendongan bapaknya yang masih memakai pakaian operasi. Awalnya Lanang langsung menyusu, tapi beberapa saat kemudian dia melepas PD dan mulai menangis, aku coba susuin lagi, tapi tidak berhasil. Akhirnya aku ayun, dan ternyata diayun membuat Lanang lebih tenang, setelah beberapa menit Lanang tertidur. Sehingga aku menggendong Lanang dari ODC ke kamar dalam keadaan Lanang tertidur. Alhamdulillah Lanang tetap tidur nyenyak sampai siang. Lanang tetap tenang, ga menunjukkan gejala kesakitan sampai besoknya saat  pulang. Oh ya, perawatan khitan Lanang menggunakan system perawatan luka kering. Jadinya tanpa balutan perban sama sekali. Cuma di atas bekas operasinya dikasih kasa selembar. Itupun sama dokternya pagi dilepas begitu aja. Kami dibekali antibiotik dan pereda nyeri untuk diminum, plus salep mata. Ternyata salep mata ini punya fungsi mematikan bakteri, jadi cocok juga untuk dioleskan di bekas operasi.

Begitulah kisah jagoan kecil kami disunat. Nggak pake nunggu liburan sekolah seperti anak lain, ga pake nanggap wayang apalagi boyband….


MP ASI

Episode yang tidak kalah serunya adalah saat Lanang melewati usia 6 bulan, saatnya Makanan pendamping ASI. Cukup mendebarkan,karena yang tadinya aku tinggal kasih ASI, just plug and play, sekarang harus nyiapin ini itu, harus bangun lebih pagi, aw aw aw…
Yang sempat menggalaukan adalah saran dokter anak untuk memberikan instant food saja karena komposisinya lebih pas, lebih jelas. Di satu sisi itu memudahkanku karena gampang banget nyiapinnya . Tapi di sisi lain aku punya kekhawatiran, kalau nanti dia jadi ga kenal banyak rasa makanan gimana, kalau gedenya jadi picky eater gimana? Karena aku dapat info dari dokter spesialis gastro, harusnya awal saat mengenal makanan anak dikenalkan dengan berbagai jenis makanan biar gedenya ga pilih-pilih.

Setelah browsing-browsing dan banyak diskusi dengan teman, aku memutuskan untuk memberikan MP ASI homemade, tapi ga fanatic banget. Artinya kadang-kadang diselingi instant food juga. Seru juga nyiapin MP ASI homemade. Karena ga ada tuntutan rasa seperti masakan untuk orang dewasa maka eksplorasi bisa lebih bebas. Apa aja aku kenalin. Mulai dari labu, terong, buncis, buah, salmon pokoknya aneka bahan aku bikin puree. Aku sampai diprotes bapaknya “orang kamu aja belum tentu doyan kok dikasih ke Lanang” tapi aku cuek aja, kalau aku Cuma kasih Lanang makanan yang  aku suka, nanti selera Lanang ga lebih luas dari aku dong. Lagipula membuat puree juga membuat aku ikut mengenali rasa asli makanan.


Nursing while pregnant 

18 bulan usia Lanang, aku merasa ada sesuatu yang aneh di diriku. Rasanya mual dan cepat lelah, wah kok tanda-tandanya mirip waktu hamil Lanang dulu ya. Penasaran aku cek  dengan test pack. Dan hasilnya, jreng jreng… strip dua!!

Kaget, bingung, galau, seneng, campur aduk jadi satu. Rasanya belum cukup aku bercengkrama dengan Lanang, tau-tau sudah mau nyusul anggota berikutnya. Belum lagi soal asi bisa terus atau stop. Lagi-lagi aku cari info, searching sana-sini. Terus terang untuk soal asi dll prioritasku cari sumber info lebih ke internet atau ke dokter ketimbang nasehat para tetua. Bukan menyepelekan, tapi perkembangan dunia kesehatan sangat pesat, jadi kurang tepat rasanya kalau apa-apa harus dikembalikan ke jaman dulu. 

Pengalaman saat awal menyusui Lanang, peran mitos dalam rekomendasi para tetua itu banyak sekali. Memang ada benarnya, tapi yg nggak bener banyak juga (mis: ga boleh makan pedes, ga boleh minum es, dll) jadi benar-benar harus cermat dan belajar ilmu pengetahuan terkini. Jadi begitu ada masukan kiri kanan kita tinggal mengangguk-angguk, tersenyum, atau bilang “ooo…begitu ya…” tanpa harus benar-benar mengaplikasikannya.

Kembali ke soal asi, aku memilih untuk terus menyusui Lanang. Sambutan dunia sekitar? Hoho… banyak yang menuduhku ga sayang anak. Menyusui saat hamil dianggap merugikan Lanang maupun calon adiknya.aku dianggap tidak berhasil untuk mengalahkan ketidaktegaan sehingga masih terus menyusui Lanang. Ibuku, ibu mertua, dan tetangga yang dicurhati ibuku, memiliki pendapat sama. Aku juga tidak terlalu punya energy untuk mengedukasi semua orang tentang nursing while pregnant. Satu-satunya orang yang kuajak bicara dengan detail tentang bagaimanakah dampak menyusui sambil hamil adalah si mas. Ya sebab hanya dukungan suami yang benar-benar mutlak aku perlukan, sisanya mau mendukung atau tidak, ga terlalu berpengaruh untukku. Untungnya si mas menyetujui pilihanku, apalagi dia mendengar sendiri jawaban dokter anak, bahwa ASI yang sekarang tetap baik dikonsumsi oleh Lanang. Memang kuantitas dan kualitasnya akan berubah, tapi tetap baik untuk diminumkan. Apalagi sekarang Lanang sudah mengkonsumsi banyak varian nutrisi, jadinya nggak tergantung dengan ASI saja. Selama ibu merasa sehat, ASI bisa diberikan. Tuh.. oke kan??

Sementara dokter kandungan yang pertama kutemui bilang bahwa menyusui sambil mengandung itu tidak ideal, karena baik janin maupun anak yang menyusu sama-sama butuh asupan. Boleh tetap menyusui, tapi harus jangan dijadikan asupan utama. Kenalkan dengan yang lain agar kalau sesuatu terjadi (misalnya kondisi ibu kurang baik jadi harus stop asi) anak tidak kaget. Pendapat dokter ini baik juga.. tapi aku kurang puas karena sepertinya dukungan terhadap NWP nya kurang kuat. Bulan berikutnya aku control ke dokter berbeda, balik ke dr detty dan ternyata responnya lebih positif, jadi aku back to dr detty, dokter yang bantu kelahirannya lanang

After all,  Lanang akhrnya berhenti menyusu dengan sendirinya. Saat usia kehamilanku menginjak 8 bulan, Lanang sudah stop asi. “nenennya buat adhek” katanya. Tapi sebelumnya memang selalu diberi pengertian kalau adheknya lahir, nenennya nanti buat adhek. Ternyata Lanang memutuskan untuk stop sebelum adheknya lahir. Anak pintar…

Itulah kisah kehadiran pangeran kecil pertamaku, Khalifatullah Lanang Widodo. Nama sederhana yang bermakna: laki-laki yang menjadi khalifatullah (pesuruh Allah) di muka bumi yang mendapatkan keselamatan dunia  akherat.

Semoga aku bisa jadi ibu yang baik untuknya… semoga aku dimampukan untuk mendidiknya dengan bijak, tanpa kekerasan.

Story berikutnya adalah tentang pangeran kecil keduaku, segera menyusul..


@Yani. Golo,Januari 2015

Popular Posts