Persembahan untukBapak

Banyak hal-hal kecil yang unik kami alami bersama. Bapak sebagai kepala rumah tangga, dan aku sebagai anak bungsu yang tidak begitu patuh. Banyak berdiskusi dan kadang adu argumentasi, aku beruntung berkesempatan melewatkan waktu bersamanya saat masih belum sekolah, saat TK, SD, saat SMA, dan setelah berumah tangga. 
Tulisan ini bukan untuk menghilangkan kewibawaan beliau, tapi untuk mengenang beliau secara utuh sebagai manusia yang memiliki sisi yang unik dan menyenangkan untuk dikenang. Tulisan ini juga menyampaikan pesan, bahwa mengenang orang terkasih yang telah pergi tidaklah harus berurai air mata, tapi juga dengan senyuman sebagai pertanda rasa syukur telah diberi kesempatan merajut hari hari yang indah bersamanya..
I love you really deeply do, Bapak..


“Sini aye prikse”

Ini adalah kalimat khas bapak kalau anaknya sakit atau merasa ada yang nggak oke dengan tubuhnya. Biasanya bapak kemudian mengecek bagian tubuh mana yang tidak beres. Kelilipan lah, perut kembung lah, keseleo atau sekedar luka kecil. Seiring dengan berjalannya waktu, dan anak-anak semakin dewasa, kalimat sakti ini kemudian jarang terucap, lalu menghilang dengan sendirinya.
Dulu itu bisa membuatku tertawa meskipun kondisi badan sedang sakit. Ternyata ini trik bapak untuk membuat anaknya merasa lebih nyaman saat tidak enak body. *awesome*

Lelebo

Waktu kecil aku pernah kena flek paru (sebetulnya itu TB paru, tapi dulu lebih populer dengan flek biar ga pada serem). Karenanya harus minum obat secara rutin nggak boleh kelewat sekalipun, kalau sampai kelewat konon harus mengulang dari awal. Seingatku waktu itu aku masih TK, jadi meskipun patuh untuk terus minum obat tapi masih perlu bantuan orang dewasa untuk meminumnya. Biasanya ibu yang setia menyediakan obat untukku.
Suatu hari, ibu ada kegiatan studi banding (istilah keren dari piknik) bersama ibu-ibu persit lainnya. Walhasil bapak lah yang kejatah mengurusi obatku. Semuanya lancar sampai tiba saat makan malam, bapak menyediakan obat berupa sirup yang sudah dicampur dengan puyer. Saat kuminum, loh kok rasanya lain. Panas-panas gimannaaa... gitu. Tapi waktu itu aku tetep glek aja. Setelah itu baru complain ke bapak. Bapak langsung mengecek obat yang baru saja beliau minumkan ke aku. “o lala....” ternyata obat sirup yang diminumkan tadi adalah LELEBO!
Lelebo adalah sebuah merek minyak angin, yah mungkin satu keluarga dengan minyak tawon lah..
Kontan bapak membawaku ke rumah sakit DKT (anDalan Keluarga Tentara). Sampai sana yang ada suster jaga, jadi aku diminta tinggal sementara mereka memanggil dokter, katanya aku harus opname. Bapak bilang  mau ambil barang-barang dulu di rumah untuk keperluanku, tapi karena takut aku minta ikut. Bapak menurutinya. Pas sampai di rumah, ada tukang ronde lewat dan bapak membelikan untuk kami,  mungkin biar nggak pada stress, hehe..
Eh setelah makan ronde, aku throw up dan keluarlah lelebo itu (wah eman2 yo, :P..). akhirnya aku gak jadi dibawa ke rumah sakit lagi. Selang beberapa saat datanglah kendaraan yang membawa rombongan ibu2 persit berseragam ungu itu pulang dari stuba. Meluncurlah laporan pandang mata dari kakak-kakakku ke ibu, dan bapak dapat pesan-pesan-pesan-pesaan(panjang dan lama soalnya) dari ibu, hiks kasian bapak.
Padahal bapak berjasa lho membuat aku lebih tahan masuk angin. Seperti halnya obelix yang kecemplung ke larutan dukun panoramix, sehingga kuat dan bisa ngangkat batu menhir kemana-mana.. (asterix mode on).

Ramadhan dan Ramona

Yang tahu film ini adalah orang-orang yang sudah memasuki masa remaja ke atas di tahun 90an. Tahun 1993, aku lulus dari sebuah boarding school di Solo. Saat itu pilihan yang diberikan adalah melanjutkan SMA di Blora, atau meneruskan sekolah di Solo. Padahal sejujurnya aku lebih ingin melanjutkan sekolah di jogja, bersama beberapa kakak yang saat itu sedang kuliah di Jogja. Tapi bapak tidak setuju, alasannya aku masih ABG jadinya perlu pengawasan ortu sementara bapak dan ibu lebih banyak beraktifitas di Blora. Sekolah di Solo adalah pilihan yang pertama aku coret, tapi sekolah di Blora juga bukan pilihan yang aku mau.Aku tumbuh di jogja, melewatkan masa SMP di Solo, sehingga Blora tidak terlalu familiar untukku.
Tapi bapak dengan gigihnya memberikan gambaran tentang betapa menariknya Blora, dan begitu banyak keuntungan jika aku mau ber sekolah di sana. Tahu promosinya tidak terlalu sukses, bapak meluncurkan jurus lainnya, diajak jalan-jalan, makan-makan, dan yang paling seru diajak nonton!
Buat orang lain mungkin itu biasa saja, tapi buatku diajak nonton berdua oleh bapak adalah sebuah tawaran dahsyat. Sebab aku tahu bapak sudah tidak pernah lagi mengambah bioskop sejak film anak-anak seangkatan ira maya sopha tidak ada lagi di bioskop (thats’mean bioskop tidak mendidik lagi untuk keluarga).
Film ramadhan dan ramona adalah pilihannya. Karena bioskop Blora, tentunya roll film yang diputar sudah agak lelah setelah berkeliling ke kota-kota yang lebih besar. Kami berdua “menikmati” film itu, dengan rasa berbeda. Bapak,  dengan tujuan menyenangkanku tanpa punya rasa tertarik sedikitpun dengan jalan ceritanya. Dan aku dengan perasaan istimewa karena bisa nge date di bioskop bersama bapak.
Bioskop itu sangat sederhana (aku juga takjub dengan bioskop itu, hihi..), filmnya sudah banyak spotnya jadi adegan terang pun seperti hujan gerimis, dan bapak tertidur di sepertiga akhir filmnya. Tapi itu sangat cukup untukku..
Cukup membuatku memahami betapa besarnya keinginan beliau menyandingku di usia remajaku, dan memutuskan untuk mematuhinya. Keputusan yang tidak pernah kusesali.



Dalmation 101

Sama sekali bukan tentang anjing, tapi masih seputar nonton film. Saat itu aku dan Fida(I miss u girl), teman kuliahku berencana nonton film dalmation 101, di bioskop empire yang beberapa tahun kemudian gosong dilumat api.
Sore itu, 20’ sebelum film dimulai aku dan temanku masih bersiap dari rumahku. tiba-tiba bapak muncul(kayaknya dari masjid) dan bertanya ke Fida yang duduk di teras “mau kemana mbak?” Fida,  dengan takut-takut bilang kalau kami mau nonton. “Apa, mau nonton?!.. jam berapa?” Fida menyebutkan jam nya sambil semakin merasa nggak enak , takut dapet tausiah gratis. Tapi tunggu dulu, kalimat lanjutan bapak “mau nonton jam 4 kok mau naik bis, nanti telat, sini bapak anter aja!” :D
Hehe.. jadi deh nonton dalmation 101 diantar bapak. U are keren sir!

Kucing juga pergi!

Di penghujung masa kuliah S1 ku, aku sedang senang-senangnya beraktivitas dan berorganisasi. Waktu itu aku dipercaya jadi Direktur eksekutif (ini jabatan yg sebutannya paling keren sepanjang hidupku, sumpah!) sebuah biro konseling remaja dibawah payung PP IRM. Karenanya aku sering melibatkan diri dalam kegiatan yang dilakukan di luar daerah, pelatihan2, munas, musyker, rapat sampai nginep2, dan aktivitas lain yang membuat hidup lebih seru. Di rumah aku tinggal berdua dengan salah satu kakakku yang juga lagi sibuk-sibuknya beraktivitas di sebuah LSM.
Bapak dan ibu saat itu tinggal di Blora, mengunjungi kami 1 minggu sekali. Nah, pada suatu weekend, dimana seharusnya aku segera pulang karena saat itu kakakku juga ada kegiatan menginap, ternyata aku rapat sampai larut. Sesuai pesan ibu, daripada pulang malam mending pulang pagi sekalian, lebih aman. Maka menginaplah aku malam itu di kantor IRM. Paginya, setelah pulang aku berhadapan dengan bapak dan ibu yang mencomplain keras ketiadaan kami di rumah saat beliau2 datang. Complain itu sih bisa dimaklumi, tapi yang lebih seru adalah dialog kami
Bapak : “kok bisa-bisanya kalian nggak ada di rumah padahal sudah tau bapak sama ibu mau datang”
Ibu : “Iya, mau nengokin anak kok malah yang di rumah Cuma kucing”
Bapak : “Eh kata siapa? Orang kucingnya juga pergi kok!”
Bapak sih  mimiknya serius, tapi kalimat terahirnya bikin aku dan ibu langsung ngakak. Akhirnya bapak juga ikut ngakak. Hehe... gak jadi dimarahin deh.

Sampai kapan?

Saat bapak sakit, kurasa itulah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk membayar ketidakpatuhan dan ketidak care an ku kepada bapak selama kami bersama. Tentunya aku tidak mungkin membayar lunas, tapi setidaknya aku berkesempatan merawat dan menjaga beliau, menunjukkan kasih sayangku secara nyata. Membuat paket obat sehari yang jumlahnya banyak sekali. Jam berapa harus minum apa, membersihkan tubuhnya, dan yang paling jarang sukses, menyiapkan jus yang enak untuknya. Tentunya aku tidak sendiri, ada ibu, suami, si mbak, dan kakak-kakakku kerap mampir untuk ikut memberikan sentuhan kasih sayangnya. Tapi tak dipungkiri moment moment itu membuatku hubunganku dengan bapak begitu spesial.
Yang paling spesial adalah saat aku membersihkan beliau, dan bapak menyibakkan rambutku sambil terus menatapku. Sudah bertahun-tahun sejak aku kuliah, bekerja dan menikah, bapak jarang sekali melakukannya. banyak sentuhan-sentuhan kemanjaan yang memudar seiring dengan kedewasaanku, dan aku tidak jadi anak manja lagi. Menemaninya sampai tertidur, membacakan tafsir untuknya, dan hal-hal yang saat beliau sehat aku tidak pernah melakukannya.
Di salah satu moment spesial itu, bapak sambil membelai rambutku bertanya “sampai kapan ya bapak begini?” ah aku tidak bisa memberikan kalimat bijak di hadapan beliau. Aku Cuma bilang, aku juga tidak tahu, tapi yang pasti, kami semua senang menjaga dan merawat bapak.
Ya, aku senang mendapat kesempatan itu..


Special request

Setelah bapak pergi, aku masih diberi kesempatan untuk bertemu beliau dalam mimpi. Macem2 ceritanya. Ada yang jelas ada yang kurang jelas. Tapi bisa sedikit mengobati kerinduanku.
Suatu saat aku bermimpi,  ceritanya hari itu kami baru pulang dari pemakaman. (semoga gak ada yg merasa serem ya dengan ceritaku). Rupanya itu pemakaman bapak. Aku dan kakak-kakakku sedang duduk dan membahas jalannya aktivitas pemakaman. Rupanya ada beberapa tempat melaksanakan seremoni (kok kayak kampanye ya..). saat berbincang-bincang itu, bapak datang, tampak jauh lebih muda. Anehnya kami semua biasa aja. Terus lapor ke bapak tentang jalannya pemakaman. Siapa aja yang datang, acaranya gimana, dan lain sebagainya. Mirip kaya lapor ke ketua panitia deh. Setelah itu bapak pamit pulang. Kami menyalami beliau.
Aku lalu bertanya “gimana pak rasanya disana?” bapak bilang “baik-baik aja..” terus bapak bertanya “kamu punya permintaan apa?” terus aku minta didoakan supaya sehat, selamat dunia akherat. Bapak bilang “bukan doa yang itu, yang spesial request..” aku terus berpikir sejenak. Aku lalu menjawab “doakan yani dapet jodoh ya pak.. eh nggak usah ding, jodoh udah. Doakan biar aku cepet punya anak” bapak mengangguk lalu pergi.
Wallohu a’alam. Aku bukan ahli penafsir mimpi. Yang pasti aku senang ketemu beliau. Seandainya beliau tahu, doa itu telah dikabulkan Allah, dan kita semua berbahagia dengan kehadiran cucunya. Ah lagi-lagi aku bukan penafsir mimpi.
Yang aku ingat, paginya aku bercerita ke suamiku tentang mimpi itu, suamiku berkomentar singkat “bapak memang hebat!” nah yang ini, Cuma suamiku yang bisa menafsirkan apa maksudnya.
Again, we love u much bapak,..

2 tahun berlalu, kebersamaan dengan bapak masih segar dalam ingatan. aku tidak betul-betul mengerti makna kehilangan, karena kepergian beliau, tidak pernah membuatnya "hilang".

Popular Posts